Tridharma: Tantangan Dosen Muda Sehari-hari

Uncategorized > Tridharma: Tantangan Dosen Muda Sehari-hari
Facebook
Print
LinkedIn
Telegram
X
WhatsApp
0 0
Read Time:5 Minute, 21 Second

Saya gak pernah ngebayangin kalau dosen muda bakal sesibuk ini.

Saya baru mengetahui istilah tridharma beberapa tahun lalu. Tepatnya, setelah 2 atau 3 tahun. Saya dulu mengira dosen muda hanya mengajar. Saya pikir mereka sama dengan guru. Padahal ada bedanya. Siswa berbeda dengan mahasiswa. Begitu pula dosen muda dengan guru.

Namun, saya tidak terlalu peduli dengan perbedaan itu saat pertama kali menjadi dosen muda. Bagi saya, mengajar adalah tugas utama dosen. Saya biasa menyiapkan materi di malam hari. Kemudian, saya mengajar di pagi hari. Menurut saya, menjadi dosen muda itu mudah. Ada Google yang bisa membantu. Jika ada yang tidak saya mengerti, saya bisa bertanya pada Google. Jika mahasiswa bertanya sesuatu yang sulit, saya mengubahnya menjadi diskusi kelompok. Mereka bisa mencari solusi bersama-sama.

Saya sering bercanda, “Dosen muda adalah raja”. Panggil saya “Yang Mulia”. Namun, menurut saya, menjadi guru lebih menyenangkan. Guru hanya perlu mengajar. Mereka tidak perlu melakukan pengabdian masyarakat. Tidak perlu membuat paper ilmiah. Tidak perlu mengejar jabatan akademik. Mereka tidak perlu meniti karir menjadi profesor. Saya hanya melihat ini dari luar. Tidak merasakannya secara langsung. Saya sering melihat guru pulang pada siang hari. Sementara dosen muda harus bekerja dari jam delapan pagi hingga lima sore.

Tridharma, kesibukan seorang dosen muda

Apa kesibukan dosen muda? Saya telah menjelaskannya di atas. Kesibukan itu dinamakan tridharma. Tridharma berarti tiga tugas utama. Ini adalah tugas utama bagi dosen muda.

Mengajar. Ini adalah proses transfer ilmu. Ilmu dari kepala dosen muda ke mahasiswa. Mahasiswa harus paham apa yang kita ajarkan. Mereka harus memahami dengan kemampuan berpikir mereka. Tantangannya ada pada komunikasi. Tidak semua dosen muda efektif dalam mengajar. Tidak semua mahasiswa bisa memahami dengan cepat. Oleh karena itu, strategi pengajaran diperlukan. Ada banyak metode pengajaran. Ada problem based learning (PBL). Ada group discussion. Ada project based learning. Dan banyak lagi metode lainnya. Kualitas dosen muda terlihat dari kemampuannya mengajar dengan berbagai metode.

Pengabdian kepada masyarakat. Di awal, saya mengira pengabdian itu sederhana. Saya pikir itu seperti memberi kuliah umum. Saya mengajarkan sesuai bidang keahlian saya. Saya ahli di bidang komputer. Saya mengajarkan trik-trik komputer yang bermanfaat. Kemudian, dosen muda memberikan bantuan fisik kepada masyarakat. Namun, saya sadar satu hal. Lebih baik jika penelitian kita bisa diterapkan di masyarakat.

Penelitian. Ini adalah tantangan besar bagi saya. Melakukan penelitian tidak mudah. Hasilnya mungkin hanya beberapa lembar kertas. Tapi prosesnya sulit dan panjang. Seperti ujung gunung es yang terlihat kecil. Tapi di bawah permukaan, sangat besar dan mendalam. Mengerjakan penelitian memerlukan kerja keras. Bisa berbulan-bulan. Seringkali hasil penelitian ditolak. Harus diperbaiki dan dikirimkan lagi. Saya baru tahu satu hal lagi. Untuk membaca paper, kita harus membelinya. Untuk menerbitkan paper, kita juga harus membayar. Menjadi penerbit paper tampaknya menguntungkan!

Sisi enak menjadi dosen muda

Sebagai dosen muda, saya merasa beruntung. Ada banyak keuntungan yang saya rasakan. Berikut beberapa di antaranya:

Mapan: Saya menerima gaji sebagai dosen muda. Meski bukan gaji tertinggi, tetapi cukup. Saya bisa hidup dengan mapan. Saya bisa fokus mengajar dan meneliti. Saya tidak terbebani finansial. Seiring waktu, ada kenaikan pangkat. Mulai dari Asisten Ahli. Lalu Lektor. Kemudian Lektor Kepala. Akhirnya, menjadi Guru Besar. Setiap kenaikan, gaji saya meningkat. Ini menambah kestabilan finansial saya.

Wawasan Luas: Saya berinteraksi dengan banyak orang. Awalnya hanya dengan mahasiswa. Namun, saya menghadiri banyak acara. Ada seminar. Ada konferensi. Ada diskusi. Saya bertemu banyak orang pintar. Hal ini membuat saya semakin berwawasan.

Dewasa: Saya menghadapi berbagai tantangan. Ada masalah administrasi. Ada masalah penelitian. Saya berinteraksi dengan rekan kerja. Ada juga interaksi dengan mahasiswa saya. Mereka memiliki berbagai karakter. Saya juga mengejar jafung. Semua tantangan ini membuat saya lebih dewasa. Seperti kata pepatah, apa yang tidak membunuhmu membuatmu lebih kuat.

Humoris: Saya dekat dengan mahasiswa. Jarak usia kami tidak terlalu jauh. Setidaknya sampai saya menjadi lebih tua. Ini membuat saya jadi lebih humoris. Saya bisa membuat suasana kelas menjadi lebih hidup. Saya tidak ingin suasana kelas menjadi kaku. Jadi, saya sering bercanda. Kadang dengan kata-kata bijak yang lucu.

Berfikir Logis: Sebagai dosen muda, berfikir logis penting. Saya selalu menggunakan data dan fakta. Data dan fakta menuntun keputusan saya.

Komunikatif: Mengajar memerlukan komunikasi. Mempresentasikan penelitian juga demikian. Diskusi dengan kolega memerlukan kemampuan berbicara yang baik. Menyampaikan hal rumit dengan bahasa sederhana adalah tantangan. Tapi, saya berhasil melakukannya. Saya belajar menyampaikan ide dengan cara yang tepat. Terkadang saya gunakan bahasa ringan. Terkadang saya gunakan bahasa ilmiah. Semua tergantung situasi.

Sabar: Menghadapi mahasiswa butuh kesabaran. Terkadang ada mahasiswa yang membutuhkan bimbingan lebih. Kesabaran saya sering diuji. Namun, setiap tantangan memberikan pelajaran. Mahasiswa tersebut menjadi kenangan. Saya sering merenung. Bagaimana keadaan mahasiswa itu sekarang?

Tips menjadi dosen di usia muda

Menjadi dosen muda punya keuntungan. Namun, ada juga tantangannya. Mungkin kamu harus kerja keras. Kamu perlu mendapat pengakuan dari rekan yang lebih berpengalaman. Tapi dengan dedikasi, tantangan bisa diatasi. Pengalaman sebagai dosen muda sangat berharga. Saya punya tips untuk calon dosen muda:

  • Kuliah dengan Benar: Fokuslah pada studi. Usahakan lulus tepat waktu. Bahkan kalau bisa, lulus lebih cepat. Ini mempercepat karir menjadi dosen. Menunda S2 bukan ide yang baik. Lebih baik selesaikan S2 dan S3 sebelum umur 30.
  • Menjadi Asisten Dosen: Ini langkah awal yang baik. Kamu akan merasakan dunia akademik. Kamu juga bisa membangun relasi.
  • Mengajar di Luar Kampus: Mengajar tak hanya di kelas. Mengajar di komunitas atau kursus juga penting. Kamu bisa mulai saat kuliah. Buka les privat atau berorganisasi.
  • Belajar Bahasa Inggris: Ini penting. Baik untuk literatur maupun konferensi. Pelajari IELTS jika ingin kuliah di luar negeri. Tes IELTS memang mahal. Jika menundanya, biaya les bahasa bisa sama mahalnya.
  • Perhatikan Kesehatan: Jaga keseimbangan. Istirahatlah cukup. Tidur sebelum jam 10 malam. Bangun sebelum adzan subuh. Kamu akan lebih produktif.

💼 Setelah menjadi dosen:

  • Mengajar dengan Profesional: Siapkan materi dengan baik. Jadilah inspirasi. Mahasiswa perlu kelas yang inspiratif.
  • Bijak kepada Mahasiswa: Setiap mahasiswa berbeda. Cobalah memahami mereka. Berempatilah. Dengarkan mereka.
  • Fokus Karir: Tentukan tujuanmu. Pahami makna jadi guru besar. Dari situ, rancang strategimu. Menjadi professor butuh dedikasi.
  • Tri Dharma dan Tugas Penunjang: Jangan abaikan kewajibanmu. Jangan terjebak proyek yang salah. Fokus pada kewajiban utama.
  • Upgrade Diri: Dunia selalu berubah. Terus belajar agar tidak ketinggalan. Kamu harus proaktif belajar. Jangan jadi yang tertinggal. Jadilah yang menggantikan atau digantikan. Pilihannya di tanganmu.

Bagaimana pendapatmu setelah membaca ini? Ingin jadi dosen seperti saya? Alasannya apa? Jika kamu sudah jadi dosen, apa pengalaman berkesanmu? Tuliskan di kolom komentar ya!

Ini cerita saya sebagai dosen di Universitas Swasta di Indonesia. Mau baca cerita lain? Cek sidebar atau kolom pencarian saya. Sampai di tulisan selanjutnya!

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Jangan lewatkan artikel penting! Langganan newsletter dosensibuk.com sekarang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.